Sabtu, 25 Maret 2017

Demographic Bonus and Youth Entrepreneurship; Empowering Street Children in Medan with the Local Wisdom



Demographic Bonus and Youth Entrepreneurship; Empowering Street Children in Medan with the Local Wisdom
Tri Sumaria, Universitas Sumatera Utara, trisumaria@gmail.com

Demographic bonus presently become an actual issue to discuss especially in developing country like Indonesia. This is a situation when the number of people within the productive age bracket is higher than the number of elderly (unproductive) people. It is predicted will happen in 2025-2035.
The demographic bonus offer a significant opportunity for the economic development countries if the youth's skills and aptitude are developed as soon as possible. At the same time, this situation can also have a negative impact if we are not ready for this kind of competitive atmosphere. A majority of productive-aged people, would only increase the higher population if they were not provided with adequate job opportunities and skill development programs.
Meanwhile, live in the big city like Medan seems very challenging. There are many street children. According to the Department of Social and Employment city of Medan in 2014 that the number of street children in the city of Medan reach 1.526 children.
The high population of street children in Medan is a big problem, but we must believe that the street children have great potential if we can manage it properly and give them opportunity. It can be a challenge for us to establish the entrepreneurship spirit in streets children as well as useful for developing and maintaining the Indonesian economy in the future.
According to a study which is conducted by a development sociologist, David Mc Lelland said that a country will be prosperous if the entrepreneur has at least 2% of the total population of the country. In 2005, Singapore has the entrepreneur 7,2% of the total population, whereas in 2001 there were only 2,1%. In 1983, the US population of 280 million have 6 million entrepreneurs, or about 2,14% of the total population.
Therefore, a solution to solve the above problem is to make street children as young entrepreneurs. The first step that must be taken is to provide creative economic learning by utilizing Ulos (traditional weakening cloth) as local wisdom Batak tribe. There are several points of learning that will be given to street children:
-          Training of creativity, such as the manufacture of souvenirs, pillow cases, bags, clothing, tablecloths, and wallet.
-          Investment value of entrepreneurship, such as self-confidence, self-sufficiency, to train how to make networking and communicate, as well as be able to establish good networking.
-          Training of product marketing at national and international markets.
Strategic steps that will be taken to carry out this idea is through colaboration with the govemor, institutions engaged in social, private companies, and mass media. The establishment of street children as an entrepreneur hopefully can increase the economy of Indonesia, they were be able to confront the demographic bonus in the 2025-2035, and have a good competitiveness in the era of the MEA.

Kamis, 23 Februari 2017

Achievement



Scrolling on old photos is a good way to remind yourself to be thankful.

Melihat kembali foto-foto lama membuatku berpikir bahwa waktu berputar begitu cepat, rasanya baru kemarin mengikuti kegiatan Penerimaan Mahasiswa Baru (PMB) di Fakultas Farmasi USU dan sekarang diriku sudah menjadi mahasiswa semester akhir. Bagiku untuk menjadi mahasiswa semester akhir tidaklah mudah. Banyak hal yang harus dilakukan, termasuk mengejar rencana-rencana yang ditulis di semester awal. Lantas sudahkah rencana tersebut tercapai? Hmm... sejujurnya belum semuaaa, baik dari segi pencapaian akademik maupun pencapaian ruhiyah. Dan inilah saatnya diriku intropeksi atas semua yang sudah dijalani selama 3,5 tahun. 

Fakultas Farmasi merupakan tempat perkuliahan dengan segudang kesibukan (Red: Sibuk ngejurnal), namun walau seperti itu aku tidak ingin alasan “sibuk ngejurnal” menjadikanku tidak dapat mengikuti berbagai kegiatan seperti mahasiswa lainnya. Hal ini membuatku menjadi orang yang sangat “timing”. Tiap detik menjadi sangat berharga untuk dilewatkan sia-sia. Dari mulai mengatur kegiatan kuliah, praktikum, amanah di organisasi, event lomba, kegiatan komunitas sosial, jurnal, serta aktivitas sehari-hari hingga tidur pun harus terjadwal. Dan kali ini saya akan membahas tentang salah satu kegiatan tersebut yaitu berbagai perlombaan yang pernah saya ikuti. 

Memasuki semester 4, saya mulai mengikuti lomba menulis. Saat itu ada perlombaan menulis essay yang hasilnya akan dibukukan di Universitas Sumatera Utara. Yaaap, mungkin menulis memang sudah menjadi passionku sehingga untuk pertama kalinya saya mengikuti perlombaan menulis tersebut, dan ternyata saya mendapatkan juara. Alhamdulillah... I got 2nd winner of essay competition.

Bersama Kak Alvida, dan adik-adik Farmasi USU
 
“Maka apabila kamu telah selesai dari satu urusan, maka kerjakanlah dengan sungguh-sungguh urusan yang lain” (Surat Al-Insyiah: 7)

Pencapaian tersebut membuat saya terpacu untuk mengkuti perlombaan yang lainnya. Tidak hanya dalam bentuk essay, saya juga mencoba mengikuti Lomba Karya Tulis Ilmiah Nasional (LKTIN), Lomba Patient Counseling Event (PCE), serta lomba Debat Kefarmasian Nasional. Walaupun tidak semuanya berhasil, namun semua event lomba tersebut memberikan banyak pelajaran yang sangat berharga. Event lomba tersebut memberikanku kesempatan untuk bertemu teman-teman dari seluruh wilayah Indonesia. Selain itu, mempertemukanku dengan tim yang sangat luar biasa. Tim yang mampu membangkitkan semangat dikala waktu menuju final competition semakin menipis. Dan bersama mereka, telah terbukti bahwa “the power of kepepet” itu ternyata memang ada. Hehehe :D

2nd Winner of Essay Competition in Law Faculty North Sumatera University

 2nd Winner of National Paper Competition

Foto bersama dengan para pemenang Lomba Karya Tulis Ilmiah Nasional (LKTIN)
UI-USU-UNHAS

Foto bersama delegasi tim Fakultas Farmasi USU di Universitas Prof. Dr. Hamka di Jakarta

Bersama Tim National Paper Competition di Universitas Andalas

Alhamdulillah, Best Speaker of Essay Competition in Riau University

Bersama para finalist Lomba Debat Kefarmasian Nasional

Untuk kamu mahasiswa/i yang sedang berjuang menjadi mahasiswa luar biasa dengan segudang prestasi, tetap pecayalah bahwa hasil tidak akan pernah menghianati usaha. Tuhan tidak akan pernah alpha melihat perjuangan yang engkau lakukan. Manjadda Wajada!! 

Salam Semangat,
Tri Sumaria 

Senin, 13 Februari 2017

Halo Jakarta



Hai blogers! Selamat malam. Kira-kira sudah berapa lama ya saya tidak singgah disini? Sorry, I don’t mean forget you blogs!!! I’m very busy for my activity. Hope you understand. Hihihi

Kali ini saya ingin menuliskan kisah saya saat berada di Jakarta. Kisah ini sudah 8 bulan yang lalu, namun karena saya selalu lupa untuk menuliskannya maka baru saat ini kisah itu akan saya bagi. DISINI, hope you enjoy with my stories, blogs!

Tepatnya bulan Mei 2016, saya dan beberapa teman saya dari Fakultas Farmasi USU menjadi delegasi lomba nasional PHARMACOVENT yang diselenggarakan di Universitas Prof. Dr. Hamka Jakarta. Hal ini merupakan pengalaman pertama saya mengikuti kegiatan di luar Pulau Sumatera. Saat itu saya didelegasikan mengikuti perlombaan Patient Counseling Event dimana saya sebagai farmasis memberikan konseling obat kepada pasien. Bagi saya hal ini merupakan pengalaman yang sangat berharga karena saya dapat belajar dan bertemu dengan teman-teman farmasi yang sangat luar biasa. Berikut cuplikan gambar yang saya dan teman-teman saya dokumentasikan..

Bersama teman-teman delegasi Farmasi USU di Kuala Namu International Airport


 Rony, Lusi, Andini, Tri, Nelfi, Riska, Novria


Location: Disneyland versi Taman Mini Indonesia Indah

Location: Keong Mas Taman Mini Indonesia Indah

Kamis, 03 November 2016

Toleransi dalam Bingkai Bhineka Tunggal Ika



Toleransi dalam Bingkai Bhineka Tunggal Ika
Tri Sumaria, Farmasi 2013, Universitas Sumatera Utara

Indonesia merupakan negara kepulauan (archipelago) yang terdiri atas pulau-pulau yang dibatasi oleh laut dan selat. Indonesia juga dikenal sebagai bangsa yang kaya akan keanekaragamannya, baik dari segi suku, agama, budaya, bahasa, dan daerah asal yang tersebar luas dalam ribuan pulau.
Keanekaragaman bangsa Indonesia dapat menjadi modal dasar dalam pembangunan bangsa. Oleh karena itu, untuk mendukungnya sangat diperlukan rasa toleransi, rasa kesatuan dan rasa persatuan yang tertanam di setiap masyarakat Indonesia.
Toleransi merupakan tindakan menahan diri, bersabar, membiarkan orang berpendapat lain dan berhati lapang terhadap orang-orang yang memiliki pendapat lain. Sikap toleran tidak berarti membenarkan pandangan yang dibiarkan itu, tetapi mengakui kebebasan serta hak-hak setiap individu. Dalan konteks kehidupan berbangsa, toleransi dapat diartikan sebagai sikap saling menghargai antar sesama, berusaha mengurangi sikap diskriminasi dan ketidakadilan yang dilakukan pihak mayoritas terhadap pihak minoritas untuk mewujudkan cita-cita bersama. Toleransi sejatinya didasarkan pada sikap hormat terhadap martabat manusia, hati nurani, dan keyakinan, serta keikhlasan sesama apa pun agama, suku, golongan, ideologi atau pun pandangannya. Dalam konteks seperti ini, toleransi dapat diartikan sebagai suatu pandangan yang mengakui “The Right of Self Determination” yaitu sebagai hak menentukan nasib sendiri sesuai dengan hak-hak pribadi. Dalam kaitannya dengan kehidupan bermasyarakat, sikap toleransi yang dibina dan dikembangkan akan menumbuhkan sikap saling menghormati antar sesama agar tercipta suasana tenang, damai, dan tentram.
Toleransi sangat penting bagi suatu bangsa dalam menghadapi keanekaragaman yang ada. Dapat kita bayangkan jika sikap toleransi benar-benar hilang dalam diri masyarakat Indonesia yang multikultural. Kita tidak akan bisa hidup dengan tenang karena hati kita selalu dipenuhi dengan rasa benci, dendam, tidak ada kasih sayang dan akan berujung pada konflik sosial yang berkepanjangan. Dengan adanya konflik, maka kekayaan budaya akan punah secara bertahap.
Persatuan dalam keberagaman sangat penting untuk dimiliki. Persatuan dalam keberagaman harus dipahami oleh setiap warga negara agar dapat terwujudnya kehidupan yang serasi, selaras dan seimbang serta pergaulan antarsesama terjadi lebih akrab. Selain itu pembangunan di Indonesia juga dapat berjalan dengan lancar.
Keberadaan nilai-nilai persatuan jelas tertuang dalam makna Bhineka Tunggal Ika. Adanya suku dan agama yang berbeda di Indonesia adalah wujud perbedaan yang seharusnya dimaknai sebagai kekuatan dan kekayaan Indonesia. Sejak Negara Republik Indonesia ini merdeka, para pendiri bangsa mencantumkan kalimat Bhineka Tunggal Ika sebagi semboyan pada lambang negara Garuda Pancasila. Kalimat itu sendiri diambil dari falsafah Nusantara yang sejak jaman Kerajaan Majapahit  juga sudah dipakai sebagai motto pemersatu Nusantara, yang diikrarkan oleh Patih Gajah Mada dalam Kakawin Sutasoma karya Mpu Tantular. Berbeda-beda tetapi tetap satu juga adalah semboyan yang harus dipegang teguh dalam kehidupan bermasyarakat berbangsa dan bernegara di Indonesia.
Sebagai sebuah Negara kepulauan yang terdiri dari berbagai etnis dan budaya, Indonesia menghadapi berbagai kemungkinan adanya perpecahan yang dapat menjadi ancaman, tantangan, hambatan, dan gangguan kesatuan bangsa. Untuk mengatasi hal tersebut, berbagai upaya pun dilakukan seperti diwajibkan kepada seluruh masyarakat untuk memupuk komitmen persatuan dalam keberagaman, yaitu tidak menyinggung SARA, harus saling menghormati antar agama dan keyakinan, serta menghargai perbedaan budaya.
Namun, dalam kenyataannya masih banyak konflik yang terjadi dengan mengatasnamakan suku, agama, ras, atau antargolongan tertentu. Seharusnya keanekaragaman ini menjadi modal bagi bangsa Indonesia untuk menjadi bangsa yang kuat. Tetapi masih banyak permasalahan yang harus diselesaikan. Salah satunya masih ada bentrokan yang mengatasnamakan suku tertentu ataupun golongan tertentu. Hal ini jelas menunjukkan belum adanya kesadaran akan sikap komitmen persatuan dalam keberagaman di Indonesia.
Menurut J. Ranjabar hal-hal yang dapat menjadi penyebab terjadinya konflik pada masyarakat Indonesia adalah terjadinya dominasi suatu kelompok lain seperti konflik yang terjadi di Aceh dan Papua atau terjadinya persaingan dalam mendapatkan mata pencaharian hidup antara kelompok yang berlainan suku bangsa, seperti yang terjadi di Sambas. Selain itu, juga terjadi pemaksaan unsur-unsur kebudayaan dari sebuah suku terhadap suku bangsa lain, seperti yang terjadi di Sampit, serta konflik juga dapat muncul karena adanya permusuhan adat yang terpendam lama, seperti yang terjadi di pedalaman Papua.
Untuk mempersatukan masyarakat yang beragam, perlu adanya toleransi yang tinggi sehingga dapat menghindari konflik sosial yang ada di Indonesia. Konflik sosial sesungguhnya merupakan suatu proses bertemunya dua pihak atau lebih yang mempunyai kepentingan yang relatif sama terhadap hal yang sifatnya terbatas. Dengan demikian terjadilah persaingan hingga menimbulkan suatu benturan-benturan fisik baik skala kecil maupun dalam skala besar. Oleh karena itu, sikap toleransi sangat diperlukan untuk hadir di tengah-tengah keberagaman yang ada di Indonesia.
Sikap toleransi harus kita terapkan pada semua kalangan masyarakat di Indonesia, yaitu seperti saling menghargai antar golongan baik dari segi suku, bahasa, agama, daerah asal, serta mengenali dan mencintai budaya lain, yaitu dengan cara pengenalan budaya kepada masyarakat di seluruh Indonesia. Contoh nyata implementasi hal tersebut adalah dengan mengadakan festival budaya dimana setiap suku memperkenalkan kebudayaannya masing-masing. Hal ini dapat membuat masyarakat Indonesia tidak kehilangan jati diri dan daerah asalnya, namun selain itu masyarakat juga tetap menjunjung tinggi kebersamaan nasionalnya.
Persatuan bangsa Indonesia tidak akan terwujud apabila masyarakatnya masih memprioritaskan kepentingannya sendiri, dan masih menginginkan golongannya lah yang berada di depan dengan meninggalkan golongan yang lain. Apabila hal seperti ini masih saja terjadi, maka cita-cita Indonesia yang terdapat dalam sila ketiga Pancasila hanya akan menjadi mimpi yang tak akan pernah terwujud. Maka kita sebagai pemuda Indonesia harus mampu menghidupkan kembali semboyan “Bhineka Tunggal Ika” yang berarti berbeda-beda tetapi tetap satu. Walau kita terdiri dari berbagai suku, agama, bahasa, daerah, maka percayalah kita tetap satu. Satu bangsa, satu tanah air, serta satu bahasa. Keberagaman harus membentuk masyarakat Indonesia memiliki rasa toleransi yang tinggi dan rasa saling menghargai untuk menjaga setiap perbedaan yang ada. Karena sesungguhnya keberagaman lah yang akan membawa bangsa kita melesat tinggi menuju bangsa yang maju dan kuat, dimana akan bersaing dengan negara-negara maju yang ada di dunia.
Semoga sikap Bhineka Tunggal Ika senantiasa hadir di tengah-tengah bangsa Indonesia dan semakin melebur menjadi satu dalam diri pemuda Indonesia, hal ini ditujukan agar sikap Bhineka Tunggal Ika tersebut dapat membentuk dan terpatri selamanya dalam jiwa-jiwa pemuda Indonesia agar menjadi kepribadian yang sangat luar biasa, memiliki jiwa toleransi yang tinggi dan semoga terus menjadi pemersatu bangsa Indonesia di tengan keberagaman.